Maut Ka Akhri Qasid

Book Name:Maut Ka Akhri Qasid

Aku menjadi penasaran setelah mendengar komentar orang-orang tersebut, maka aku mulai mengamati keadaan lelaki tua itu. Aku melihat ketika malam terakhir tiba, dia keluar dari masjid, memasuki Jannat al-BaqīꜤ dan mulai berdoa sambil menghadap kiblat. Dia berdoa sepanjang malam, dan ketika waktu Subuh dimulai, beliau melakukan doa yang berisi permohonan berikut:

اَللّٰهُمَّ اِنَّكَ اَرْسَلْتَ اِليَّ وَ لَمْ تَاْذَنْ لِيْ فَاِنْ كُنْتَ قَدْ رَضِيْتَنِيْ فَائْذَنْ لِيْ وَ اِنْ لَّمْ تَرْضِنِيْ فَوَفِّقْنِيْ لِمَا يُرْضِيْكَ

Ya Allah! Engkau mengirimkan pemberita-Mu kepadaku, tetapi Engkau tidak memberitahuku apakah Engkau ridha terhadapku atau tidak. Ya Tuhan! Jika Engkau ridha terhadapku, maka beritahukan kepadaku, dan jika Engkau tidak ridha terhadapku, maka berilah aku kemampuan untuk melakukan perbuatan yang membuat Engkau ridha.

 

Orang tua itu masih berdoa ketika ada seekor kambing atau hewan serupa yang datang. Dia meminum susunya, mengusap punggungnya dengan tangannya dan berdoa, setelah itu dia kembali ke masjid.

Aku mengamatinya selama beberapa malam dan menemukan bahwa rutinitasnya sama setiap harinya. Akhirnya, suatu hari, aku membawa diriku ke hadapannya dan mengatakan kepadanya bahwa aku secara diam-diam telah mengamatinya selama beberapa malam. Lalu aku bertanya, “Siapakah pembawa berita yang diutus Allah عَزَّوَجَلَّ kepadamu?” Pria tua itu menjawab, “Suatu hari, saya sedang melihat ke cermin, dan saya melihat sehelai rambut putih di janggut saya. Saya segera mengerti bahwa inilah pembawa kematian yang diutus oleh Allah عَزَّوَجَلَّ .”[1]


 

 



[1] Al Tadhkirah li Al Qurubī, hal. 40